Daftar isi
1. Bendungan Ma'rib dan
Keterpurukan Kerajaan Saba
3. Amr bin Amir dan
Migrasi Besar dari Yaman
4. Pertempuran dengan
Suku 'Ak
5. Penyebaran Suku-suku
Keturunan Amr bin Amir
6. Peran Suku Azd dalam
Sejarah Islam
pendahuluan
Kisah keluarnya
suku Amr bin Amir dari Yaman terkait dengan jebolnya Bendungan Ma'rib adalah
bagian penting dalam sejarah bangsa Arab pra-Islam dan tercatat dalam berbagai
kitab tarikh dan sirah Islam klasik. Bendungan Ma'rib di Yaman, yang berfungsi
untuk mengatur irigasi dan menyediakan air bagi penduduk, merupakan salah satu
keajaiban teknik bangsa Arab kuno. Namun, ketika bendungan ini akhirnya jebol,
peristiwa tersebut menandai awal dari migrasi besar-besaran beberapa suku Arab,
termasuk Amr bin Amir, ke berbagai wilayah Jazirah Arab. Berikut ini adalah
uraian lebih rinci mengenai peristiwa ini:
1. Bendungan Ma'rib dan
Keterpurukan Kerajaan Saba
Bendungan
Ma'rib adalah proyek besar yang dibangun oleh Kerajaan Saba untuk menampung air
bagi kebutuhan pertanian dan kehidupan sehari-hari. Saba adalah kerajaan yang
makmur di Yaman, dan bendungan ini menjadi simbol keunggulan teknologi mereka
dalam mengelola sumber daya alam. Namun, pada masa itu, tercatat dalam sejarah
bahwa masyarakat Yaman mulai menunjukkan tanda-tanda kemerosotan moral dan
menyimpang dari jalan yang benar, sehingga dikisahkan bahwa Allah menghukum
mereka dengan kehancuran bendungan ini.
2. Jebolnya Bendungan Ma'rib
Menurut kitab
tarikh, seperti Tarikh Ibn Ishaq, Tarikh al-Tabari, dan Sirah
Ibn Hisham, bendungan ini akhirnya jebol setelah bertahan ratusan tahun.
Peristiwa ini dikenal sebagai "Sayl al-‘Arim" (Banjir Besar), yang
menyebabkan kehancuran pertanian dan permukiman di sekitar bendungan. Dengan
hancurnya sumber air utama ini, Yaman kehilangan banyak kemakmuran dan warganya
menghadapi kelaparan serta kemiskinan yang parah. Peristiwa jebolnya Bendungan
Ma'rib yang menyebabkan banjir besar ini diceritakan di dalam Al-Qur’an surat Saba’
ayat 15-16.
لَقَدْ
كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ
كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ
غَفُوْرٌ ١٥ فَاَعْرَضُوْا فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ
وَبَدَّلْنٰهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ اُكُلٍ خَمْطٍ وَّاَثْلٍ
وَّشَيْءٍ مِّنْ سِدْرٍ قَلِيْلٍ ١٦
Terjemahan
Kemenag 2019
15. Sungguh, pada (kaum) Saba’ benar-benar ada
suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu
dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,)
“Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang
Maha Pengampun.”
16. Akan tetapi, mereka berpaling sehingga Kami
datangkan kepada mereka banjir besar[1]
dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon)
berbuah pahit, pohon asal (sejenis cemara) dan sedikit pohon sidir (bidara). (QS. Saba’ [34]: 15-16).
Kata “Al-‘Arim”
pada ayat di atas maknanya adalah bendungan, satuannya disebut ‘Arimah,
sebagaimana yang diceritakan oleh Abu ‘Ubaidah. Seorang Penyair
yang bernama al-A’sya dari Bani Qais bin Tsa’labah bin ‘Uqabah bin Sha’b bin
‘Ali bin Bakr bin Wa’il bin Hinb bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Rabi’ah bin
Nizar bin Ma’ad, berkata:
وَفِي
ذَاكَ لِلْمُؤْتَسِي أُسْوَةٌ ... ومارِبُ
عَفَّى عَلَيْهَا العَــــرِمْ
رُخَامٌ
بَنَتْهُ لَهُمْ حِمْيـــــــــــــــــرٌ ... إذَا جَاءَ مَوَّارُهُ لَمْ يَــــــــــــــــــرِمْ
فَأَرْوَى
الزُّرُوعَ وَأَعْنَابَهَــــــــا ... عَلَى سَعَةٍ مَاؤُهُمْ إذْ قُسِــــمْ
فَصَارُوا
أيادي مَا يقدرُونَ ... مِنْهُ عَلَى شُرْبِ طِفْلٍ فُطِمْ
*Di
situ ada teladan bagi yang mau meneladani... Marib (bendungan) telah musnah
dihapuskan oleh al-‘Arim (banjir besar).*
*Marmer
yang dibangun oleh kabilah Himyar untuk mereka... jika banjir besarnya datang,
tak akan surut.*
*Ia
mengairi tanaman dan kebun anggur mereka... di mana airnya dibagi dengan
kelimpahan.*
*Mereka
pun terpecah belah dan tak mampu lagi... mendapat seteguk air meski untuk
seorang anak kecil yang disapih.*
Umayyah bin Abi
al-Shalti al-Tsaqafi (dari Tsaqif, yang nama aslinya adalah Qasi bin Munabbih
bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin ‘Ikrimah bin Khasafah bin Qais bin Aylan
bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan) pernah berkata:
مِنْ سَبَأِ الْحَاضِرِينَ مَأْرِبَ إذْ ... يَبْنُونَ
مِنْ دُونِ سَيْلِهِ الْعَرِمَا
*Dari
Saba yang tinggal di Marib... ketika mereka membangun bendungan al-‘Arim untuk
menahan derasnya banjir.*
Bait
ini juga merupakan bagian dari qasidah panjang miliknya, dan juga diriwayatkan sebagai
milik al-Nabighah al-Ja’di, yang bernama asli Qais bin ‘Abdullah, dari Bani
Ja’dah bin Ka’b bin Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakr bin
Hawazin. Teks bait bait syair di
atas ini menceritakan legenda tentang kehancuran Bendungan Ma'rib, bendungan
besar yang dibangun oleh bangsa Saba di Yaman kuno. Kehancurannya mengakibatkan
bencana yang memaksa penduduknya berpindah dan hidup tersebar.[2]
3. Amr bin Amir dan Migrasi
Besar dari Yaman
Amr bin Amir
adalah salah satu pemimpin utama Yaman yang memimpin eksodus besar-besaran dari
tanah kelahiran mereka setelah runtuhnya Bendungan Ma'rib. Amr bin Amir berasal
dari suku Azd, salah satu suku besar di Yaman, dan dikenal sebagai tokoh
berpengaruh dalam sejarah migrasi ini. Ia memimpin keluarganya dan orang-orang
yang percaya kepadanya untuk meninggalkan Yaman dan mencari kehidupan baru di
tempat lain di Jazirah Arab. Para ahli sejarah mencatat bahwa Amr bin Amir
berkeliling ke beberapa wilayah, membawa para pengikutnya hingga ke Mekah, dan
setelah itu mereka menyebar ke berbagai tempat seperti Ta’if, Oman, dan
Madinah. Beberapa suku yang masih keturunan Amr bin Amir kemudian membentuk
masyarakat baru di daerah yang mereka tempati.
Di dalam kitab Shirah
Ibnu Hisyam di ceritakan bahwa keluarnya ‘Amr bin ‘Amir dari Yaman sebagaimana
yang diceritakan oleh Abu Zaid Al-Anshari. Ketika itu dia melihat seekor tikus
menggali di Bendungan Ma’rib, yang selama ini menahan air bagi mereka untuk
dialirkan sesuai kehendak mereka ke berbagai wilayah. Menyaksikan hal tersebut,
ia memahami bahwa bendungan tersebut tidak akan bertahan lama. Ia pun
memutuskan untuk berpindah dari negeri Yaman dan membuat rencana untuk
meninggalkan negerinya tersebut. Dia lalu mengatur rencana dengan cara memerintahkan
anaknya yang paling muda untuk melawannya dan menamparnya ketika ia berbicara
kasar padanya. Anak itu melakukan apa yang diperintahkan oleh ayahnya, sehingga
‘Amr pun berkata: “Aku tidak akan tinggal di negeri di mana wajahku ditampar
oleh anakku yang paling muda.” Kemudian, ia menawarkan harta bendanya untuk
dijual. Para tokoh terpandang di Yaman pun berkata: “Manfaatkanlah kemarahan
‘Amr,” dan mereka membeli harta bendanya. Maka, ‘Amr bin ‘Amir pun pergi
bersama anak-anak dan cucu-cucunya.
Melihat kejadian
tersebut, Bani Azd berkata, “Kami tidak akan berpisah dari ‘Amr bin ‘Amir,”
sehingga mereka pun ikut menjual harta benda mereka dan pergi bersamanya.
Mereka berjalan hingga tiba di wilayah suku ‘Ak, kemudian melewatinya sembari
mencari negeri baru. Namun, suku ‘Ak memerangi mereka, dan pertempuran diantara
mereka berlangsung seimbang. Dalam hal
ini, Abbas bin Mirdas berkata dalam syair yang telah kami tuliskan dahulu[3].
Kemudian, mereka berangkat dan berpencar ke berbagai wilayah. Keluarga Jafnah
bin ‘Amr bin ‘Amir menetap di Syam, suku Aus dan Khazraj menetap di Yatsrib[4],
suku Khuza’ah menetap di Marr, suku Azd Al-Sarah menetap di As-Sarah, dan suku
Azd dari ‘Omman menetap di ‘Omman. Kemudian Allah Ta’ala mengirimkan banjir
besar pada bendungan tersebut dan menghancurkannya seperti tertera dalam surat Saba’
ayat 15-16 tersebut.
4. Pertempuran dengan Suku 'Ak
Ketika dalam
perjalanan migrasi ini, rombongan Amr bin Amir harus menghadapi tantangan
berat, termasuk konflik dengan suku-suku lain yang mereka temui. Salah satunya
adalah peperangan dengan suku ‘Ak, suku yang menentang kedatangan mereka dan
memperebutkan wilayah. Konflik ini terjadi di beberapa daerah di sepanjang rute
migrasi mereka, di mana suku Azd yang dipimpin Amr bin Amir harus
mempertahankan diri untuk dapat melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih
aman. Beberapa pertempuran yang tercatat antara kedua suku ini sering kali
menimbulkan kerugian besar di kedua belah pihak, namun suku Azd akhirnya
berhasil mempertahankan diri dan melanjutkan migrasi mereka. Ini menunjukkan
keteguhan dan keberanian para anggota suku dalam menghadapi berbagai kesulitan.
5. Penyebaran Suku-suku
Keturunan Amr bin Amir
Setelah
berbagai tantangan, termasuk peperangan dan kesulitan di perjalanan, suku Azd
dan keturunan Amr bin Amir akhirnya menyebar ke penjuru Jazirah Arab. Mereka
menjadi cikal bakal berbagai suku dan kelompok di daerah yang mereka tempati:
·
Madinah: Beberapa dari mereka menetap di Madinah dan menjadi bagian
dari masyarakat Anshar, termasuk suku Aus dan Khazraj, yang nantinya mendukung
Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan Islam.
·
Oman: Sebagian dari suku Azd juga menetap di Oman, sehingga wilayah
Oman banyak dihuni keturunan dari suku ini.
·
Hira: Beberapa kelompok kecil dari suku Azd juga menyebar hingga ke
wilayah Hira di Irak.
·
Hijaz dan Syam: Sebagian dari mereka berpindah ke daerah Hijaz, dan
ada pula yang mencapai wilayah Syam (Suriah dan sekitarnya).
6. Peran Suku Azd dalam
Sejarah Islam
Suku Azd yang
merupakan keturunan dari Amr bin Amir akhirnya berperan penting dalam sejarah
Islam. Para Anshar dari Madinah, yang merupakan cabang suku Azd, memberikan
perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah dan
turut serta dalam berbagai peperangan penting pada masa awal Islam. Suku Azd di
wilayah lain juga dikenal sebagai suku yang berperan dalam penyebaran Islam di
Jazirah Arab dan sekitarnya.
Kesimpulan
Kisah keluarnya
Amr bin Amir dan suku Azd dari Yaman mengisahkan ketangguhan dan keberanian
mereka dalam menghadapi cobaan besar, termasuk kehancuran bendungan Ma'rib dan
peperangan dengan suku ‘Ak. Peristiwa ini juga merupakan asal-usul penyebaran
mereka ke berbagai wilayah Jazirah Arab, yang kemudian berdampak pada sejarah
Islam, terutama dengan kehadiran mereka di Madinah sebagai kaum Anshar. Kisah
ini menampilkan kebesaran sejarah bangsa Arab pra-Islam serta bagaimana
suku-suku ini berperan dalam sejarah perkembangan Islam di Jazirah Arab.
[1] Banjir
besar tersebut di akibatkan oleh jebolnya bendungan Ma‘rib.
[2] Ibnu Hisham, Shirah Nabawiyyah Lil Ibni Hisyam, (Kairo: Mustafa
al-Babi al-Halabi wa Auladihi, 1995), Jilid 1, Hlm: 14
[3] Syair yang dikutip dari ‘Abbas bin Mirdas tersebut berbunyi sebagai
berikut:
وَعَكُّ بْنُ عَدْنَانَ الَّذِينَ تَلَقَّبُوا
... بِغَسَّانِ حَتَّى طُرِّدُوا كُلَّ مَطْرِدِ
Terjemahan ke
dalam bahasa Indonesia:
"’ak dari
keturunan Adnan, yang dijuluki dengan Ghassan hingga mereka diusir ke segala
penjuru."
Penjelasan:
- Dalam syair
ini, `’ak` merujuk pada salah satu cabang atau kelompok dari keturunan `Adnan`,
yaitu salah satu leluhur bangsa Arab.
- `Ghassan`
adalah salah satu suku Arab terkenal yang berhubungan dengan perantauan dan
sejarah hijrah kelompok-kelompok Arab di wilayah tersebut.
- Syair ini
mengisahkan bahwa kelompok ini (‘ak) terusir dari berbagai tempat yang mereka
datangi, mungkin karena tekanan atau konflik dengan pihak lain, hingga menyebar
ke berbagai wilayah.
Syair ini
mencerminkan perjalanan atau perjuangan keturunan Adnan di tengah kondisi
sosial atau politik yang bergejolak.
[4] Kedua suku inilah yang nantinya akan menolong perjuangan dakwah nabi
muhammad SAW dan kota Yatsrib nantinya berubah nama menjadi madinah
Post a Comment