Top News

Sejarah Nabi Muhammad SAW Part 3 (Peristiwa Keluarnya ‘Amr bin ‘Amir dari Yaman dan Jebolnya Bendungan Ma’rib)


Daftar isi

pendahuluan. 1

1. Bendungan Ma'rib dan Keterpurukan Kerajaan Saba. 1

2. Jebolnya Bendungan Ma'rib. 1

3. Amr bin Amir dan Migrasi Besar dari Yaman. 4

4. Pertempuran dengan Suku 'Ak. 5

5. Penyebaran Suku-suku Keturunan Amr bin Amir. 6

6. Peran Suku Azd dalam Sejarah Islam.. 6

Kesimpulan. 6

 

 

pendahuluan

Kisah keluarnya suku Amr bin Amir dari Yaman terkait dengan jebolnya Bendungan Ma'rib adalah bagian penting dalam sejarah bangsa Arab pra-Islam dan tercatat dalam berbagai kitab tarikh dan sirah Islam klasik. Bendungan Ma'rib di Yaman, yang berfungsi untuk mengatur irigasi dan menyediakan air bagi penduduk, merupakan salah satu keajaiban teknik bangsa Arab kuno. Namun, ketika bendungan ini akhirnya jebol, peristiwa tersebut menandai awal dari migrasi besar-besaran beberapa suku Arab, termasuk Amr bin Amir, ke berbagai wilayah Jazirah Arab. Berikut ini adalah uraian lebih rinci mengenai peristiwa ini:

1. Bendungan Ma'rib dan Keterpurukan Kerajaan Saba

Bendungan Ma'rib adalah proyek besar yang dibangun oleh Kerajaan Saba untuk menampung air bagi kebutuhan pertanian dan kehidupan sehari-hari. Saba adalah kerajaan yang makmur di Yaman, dan bendungan ini menjadi simbol keunggulan teknologi mereka dalam mengelola sumber daya alam. Namun, pada masa itu, tercatat dalam sejarah bahwa masyarakat Yaman mulai menunjukkan tanda-tanda kemerosotan moral dan menyimpang dari jalan yang benar, sehingga dikisahkan bahwa Allah menghukum mereka dengan kehancuran bendungan ini.

2. Jebolnya Bendungan Ma'rib

Menurut kitab tarikh, seperti Tarikh Ibn Ishaq, Tarikh al-Tabari, dan Sirah Ibn Hisham, bendungan ini akhirnya jebol setelah bertahan ratusan tahun. Peristiwa ini dikenal sebagai "Sayl al-‘Arim" (Banjir Besar), yang menyebabkan kehancuran pertanian dan permukiman di sekitar bendungan. Dengan hancurnya sumber air utama ini, Yaman kehilangan banyak kemakmuran dan warganya menghadapi kelaparan serta kemiskinan yang parah. Peristiwa jebolnya Bendungan Ma'rib yang menyebabkan banjir besar ini diceritakan di dalam Al-Qur’an surat Saba’ ayat 15-16.

لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ ١٥ فَاَعْرَضُوْا فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنٰهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ اُكُلٍ خَمْطٍ وَّاَثْلٍ وَّشَيْءٍ مِّنْ سِدْرٍ قَلِيْلٍ ١٦

Terjemahan Kemenag 2019

15.  Sungguh, pada (kaum) Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.”

16.  Akan tetapi, mereka berpaling sehingga Kami datangkan kepada mereka banjir besar[1] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) berbuah pahit, pohon asal (sejenis cemara) dan sedikit pohon sidir (bidara). (QS. Saba’ [34]: 15-16).

Kata “Al-‘Arim” pada ayat di atas maknanya adalah bendungan, satuannya disebut ‘Arimah, sebagaimana yang diceritakan oleh Abu ‘Ubaidah. Seorang Penyair yang bernama al-A’sya dari Bani Qais bin Tsa’labah bin ‘Uqabah bin Sha’b bin ‘Ali bin Bakr bin Wa’il bin Hinb bin Afsha bin Jadilah bin Asad bin Rabi’ah bin Nizar bin Ma’ad, berkata:

وَفِي ذَاكَ لِلْمُؤْتَسِي أُسْوَةٌ  ... ومارِبُ عَفَّى عَلَيْهَا العَــــرِمْ

رُخَامٌ بَنَتْهُ لَهُمْ حِمْيـــــــــــــــــرٌ ... إذَا جَاءَ  مَوَّارُهُ لَمْ يَــــــــــــــــــرِمْ

فَأَرْوَى الزُّرُوعَ وَأَعْنَابَهَــــــــا ... عَلَى سَعَةٍ مَاؤُهُمْ إذْ قُسِــــمْ

فَصَارُوا أيادي مَا يقدرُونَ ... مِنْهُ عَلَى شُرْبِ طِفْلٍ فُطِمْ

*Di situ ada teladan bagi yang mau meneladani... Marib (bendungan) telah musnah dihapuskan oleh al-‘Arim (banjir besar).*

*Marmer yang dibangun oleh kabilah Himyar untuk mereka... jika banjir besarnya datang, tak akan surut.*

*Ia mengairi tanaman dan kebun anggur mereka... di mana airnya dibagi dengan kelimpahan.*

*Mereka pun terpecah belah dan tak mampu lagi... mendapat seteguk air meski untuk seorang anak kecil yang disapih.*

Umayyah bin Abi al-Shalti al-Tsaqafi (dari Tsaqif, yang nama aslinya adalah Qasi bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin ‘Ikrimah bin Khasafah bin Qais bin Aylan bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan) pernah berkata:

مِنْ سَبَأِ الْحَاضِرِينَ مَأْرِبَ إذْ ... يَبْنُونَ مِنْ دُونِ سَيْلِهِ الْعَرِمَا

*Dari Saba yang tinggal di Marib... ketika mereka membangun bendungan al-‘Arim untuk menahan derasnya banjir.*

Bait ini juga merupakan bagian dari qasidah panjang miliknya, dan juga diriwayatkan sebagai milik al-Nabighah al-Ja’di, yang bernama asli Qais bin ‘Abdullah, dari Bani Ja’dah bin Ka’b bin Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakr bin Hawazin. Teks bait bait syair di atas ini menceritakan legenda tentang kehancuran Bendungan Ma'rib, bendungan besar yang dibangun oleh bangsa Saba di Yaman kuno. Kehancurannya mengakibatkan bencana yang memaksa penduduknya berpindah dan hidup tersebar.[2]

3. Amr bin Amir dan Migrasi Besar dari Yaman

Amr bin Amir adalah salah satu pemimpin utama Yaman yang memimpin eksodus besar-besaran dari tanah kelahiran mereka setelah runtuhnya Bendungan Ma'rib. Amr bin Amir berasal dari suku Azd, salah satu suku besar di Yaman, dan dikenal sebagai tokoh berpengaruh dalam sejarah migrasi ini. Ia memimpin keluarganya dan orang-orang yang percaya kepadanya untuk meninggalkan Yaman dan mencari kehidupan baru di tempat lain di Jazirah Arab. Para ahli sejarah mencatat bahwa Amr bin Amir berkeliling ke beberapa wilayah, membawa para pengikutnya hingga ke Mekah, dan setelah itu mereka menyebar ke berbagai tempat seperti Ta’if, Oman, dan Madinah. Beberapa suku yang masih keturunan Amr bin Amir kemudian membentuk masyarakat baru di daerah yang mereka tempati.

Di dalam kitab Shirah Ibnu Hisyam di ceritakan bahwa keluarnya ‘Amr bin ‘Amir dari Yaman sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Zaid Al-Anshari. Ketika itu dia melihat seekor tikus menggali di Bendungan Ma’rib, yang selama ini menahan air bagi mereka untuk dialirkan sesuai kehendak mereka ke berbagai wilayah. Menyaksikan hal tersebut, ia memahami bahwa bendungan tersebut tidak akan bertahan lama. Ia pun memutuskan untuk berpindah dari negeri Yaman dan membuat rencana untuk meninggalkan negerinya tersebut. Dia lalu mengatur rencana dengan cara memerintahkan anaknya yang paling muda untuk melawannya dan menamparnya ketika ia berbicara kasar padanya. Anak itu melakukan apa yang diperintahkan oleh ayahnya, sehingga ‘Amr pun berkata: “Aku tidak akan tinggal di negeri di mana wajahku ditampar oleh anakku yang paling muda.” Kemudian, ia menawarkan harta bendanya untuk dijual. Para tokoh terpandang di Yaman pun berkata: “Manfaatkanlah kemarahan ‘Amr,” dan mereka membeli harta bendanya. Maka, ‘Amr bin ‘Amir pun pergi bersama anak-anak dan cucu-cucunya.

Melihat kejadian tersebut, Bani Azd berkata, “Kami tidak akan berpisah dari ‘Amr bin ‘Amir,” sehingga mereka pun ikut menjual harta benda mereka dan pergi bersamanya. Mereka berjalan hingga tiba di wilayah suku ‘Ak, kemudian melewatinya sembari mencari negeri baru. Namun, suku ‘Ak memerangi mereka, dan pertempuran diantara  mereka berlangsung seimbang. Dalam hal ini, Abbas bin Mirdas berkata dalam syair yang telah kami tuliskan dahulu[3]. Kemudian, mereka berangkat dan berpencar ke berbagai wilayah. Keluarga Jafnah bin ‘Amr bin ‘Amir menetap di Syam, suku Aus dan Khazraj menetap di Yatsrib[4], suku Khuza’ah menetap di Marr, suku Azd Al-Sarah menetap di As-Sarah, dan suku Azd dari ‘Omman menetap di ‘Omman. Kemudian Allah Ta’ala mengirimkan banjir besar pada bendungan tersebut dan menghancurkannya seperti tertera dalam surat Saba’ ayat 15-16 tersebut.

4. Pertempuran dengan Suku 'Ak

Ketika dalam perjalanan migrasi ini, rombongan Amr bin Amir harus menghadapi tantangan berat, termasuk konflik dengan suku-suku lain yang mereka temui. Salah satunya adalah peperangan dengan suku ‘Ak, suku yang menentang kedatangan mereka dan memperebutkan wilayah. Konflik ini terjadi di beberapa daerah di sepanjang rute migrasi mereka, di mana suku Azd yang dipimpin Amr bin Amir harus mempertahankan diri untuk dapat melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih aman. Beberapa pertempuran yang tercatat antara kedua suku ini sering kali menimbulkan kerugian besar di kedua belah pihak, namun suku Azd akhirnya berhasil mempertahankan diri dan melanjutkan migrasi mereka. Ini menunjukkan keteguhan dan keberanian para anggota suku dalam menghadapi berbagai kesulitan.

5. Penyebaran Suku-suku Keturunan Amr bin Amir

Setelah berbagai tantangan, termasuk peperangan dan kesulitan di perjalanan, suku Azd dan keturunan Amr bin Amir akhirnya menyebar ke penjuru Jazirah Arab. Mereka menjadi cikal bakal berbagai suku dan kelompok di daerah yang mereka tempati:

·         Madinah: Beberapa dari mereka menetap di Madinah dan menjadi bagian dari masyarakat Anshar, termasuk suku Aus dan Khazraj, yang nantinya mendukung Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan Islam.

·         Oman: Sebagian dari suku Azd juga menetap di Oman, sehingga wilayah Oman banyak dihuni keturunan dari suku ini.

·         Hira: Beberapa kelompok kecil dari suku Azd juga menyebar hingga ke wilayah Hira di Irak.

·         Hijaz dan Syam: Sebagian dari mereka berpindah ke daerah Hijaz, dan ada pula yang mencapai wilayah Syam (Suriah dan sekitarnya).

6. Peran Suku Azd dalam Sejarah Islam

Suku Azd yang merupakan keturunan dari Amr bin Amir akhirnya berperan penting dalam sejarah Islam. Para Anshar dari Madinah, yang merupakan cabang suku Azd, memberikan perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah dan turut serta dalam berbagai peperangan penting pada masa awal Islam. Suku Azd di wilayah lain juga dikenal sebagai suku yang berperan dalam penyebaran Islam di Jazirah Arab dan sekitarnya.

Kesimpulan

Kisah keluarnya Amr bin Amir dan suku Azd dari Yaman mengisahkan ketangguhan dan keberanian mereka dalam menghadapi cobaan besar, termasuk kehancuran bendungan Ma'rib dan peperangan dengan suku ‘Ak. Peristiwa ini juga merupakan asal-usul penyebaran mereka ke berbagai wilayah Jazirah Arab, yang kemudian berdampak pada sejarah Islam, terutama dengan kehadiran mereka di Madinah sebagai kaum Anshar. Kisah ini menampilkan kebesaran sejarah bangsa Arab pra-Islam serta bagaimana suku-suku ini berperan dalam sejarah perkembangan Islam di Jazirah Arab.



[1] Banjir besar tersebut di akibatkan oleh jebolnya bendungan Ma‘rib.

 

[2] Ibnu Hisham, Shirah Nabawiyyah Lil Ibni Hisyam, (Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladihi, 1995), Jilid 1, Hlm: 14

[3] Syair yang dikutip dari ‘Abbas bin Mirdas tersebut berbunyi sebagai berikut:

وَعَكُّ بْنُ عَدْنَانَ الَّذِينَ تَلَقَّبُوا ... بِغَسَّانِ حَتَّى طُرِّدُوا كُلَّ مَطْرِدِ

Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia:

"’ak dari keturunan Adnan, yang dijuluki dengan Ghassan hingga mereka diusir ke segala penjuru."

Penjelasan:

- Dalam syair ini, `’ak` merujuk pada salah satu cabang atau kelompok dari keturunan `Adnan`, yaitu salah satu leluhur bangsa Arab.

- `Ghassan` adalah salah satu suku Arab terkenal yang berhubungan dengan perantauan dan sejarah hijrah kelompok-kelompok Arab di wilayah tersebut.

- Syair ini mengisahkan bahwa kelompok ini (‘ak) terusir dari berbagai tempat yang mereka datangi, mungkin karena tekanan atau konflik dengan pihak lain, hingga menyebar ke berbagai wilayah.

Syair ini mencerminkan perjalanan atau perjuangan keturunan Adnan di tengah kondisi sosial atau politik yang bergejolak.

[4] Kedua suku inilah yang nantinya akan menolong perjuangan dakwah nabi muhammad SAW dan kota Yatsrib nantinya berubah nama menjadi madinah

Post a Comment

Previous Post Next Post