Daftar isi
1. Nama, Kelahiran dan Sifat-sifatnya
2. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
5. Membangun rumah mewah dan mengasingkan diri
6. Kisah pernikahannya dengan Saudah binti Abdulah
bin Umar
9. Beberapa Mutiara Perkataannya
Assalamu alaikum wr.wb.
Episode
kemarin kita sudah membahas Sa’id bin al-musayyib, maka pada Episode sekarang
kita akan membahas Urwah bin az-Zubair, Beliau adalah salah seorang dari Imam bagi para tabi'in dan
merupakan salah satu dari tujuh ulama fikih terkemuka di Madinah. Untuk mempersingkat waktu langsung saja kita
mulai.
1. Nama,
Kelahiran dan Sifat-sifatnya
Nama lengkap beliau adalah: Urwah bin Az-Zubair bin Al-Awwam bin Khuwailid bin
Asad bin Abdul Uzza bin Qushai Al-Qurasy Al-Asadi, Abu Abdillah Al-Madani
Al-Faqih. beliau dilahirkan pada tahun ke-23 Hijriyyah pada masa kekhalifahan
‘Utsman bin ‘Affan di kota Madinah. Beliau adalah Putra dari Az-Zubair bin
Al-’Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ibu beliau adalah Asma’ binti Abi Bakr
Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma. Beliau adalah adik kandung ‘Abdullah bin
Az-Zubair. Bibi beliau adalah sayidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ibunda kaum
mukminin istri rasulullah saw. Dari sang bibi inilah beliau banyak menimba ilmu
dan meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Sehingga tidaklah mengherankan kalau
kemudian ‘Urwah menjadi salah seorang tabi’in yang paling mengetahui hadits
yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mengenai Sifat-sifatnya: diceritakan Dari Muhammad bin Hilal,
dia berkata, "Aku melihat Urwah sama sekali tidak pernah memelihara
kumisnya dan dia memotongnya dengan baik.” Kemudian diceritakan juga Dari
Ishaq bin Yahya, dia berkata, "Aku melihat Urwah sering memakai
selendang yang berwarna kekuning-kuningan."
2. Sanjungan
Para Ulama Terhadapnya
Muhammad bin
Sa'ad berkata, "Urwah adalah seorang yang dapat dipercaya, banyak
meriwayatkan hadits, ahli fikih, luas wawasan keilmuannya, meyakinkan dan dapat
dipercaya.
Ahmad bin
Abdullah Al-'Ajali berkata, "Dia adalah orang yang bersosial tinggi dan
mudah bergaul, dapat dipercaya, seorang yang saleh dan tidak pernah terjebak
dalam fitnah.
Umar bin
Abdul Aziz berkata, "Tidak ada seorang pun Yang lebih luas wawasannya
daripada Urwah bin Az-Zubair.”
Az-Zuhri
berkata, "Aku melihat Urwah bin Az-Zubair bagaikan lautan yang tidak keruh
airnya karena deru ombak."
Abu Nu'aim
berkata, "Dari tujuh ulama fikih Madinah terdapat seseorang yang
permintaannya selalu dikabulkan, sanggup menahan beban derita demi mendapatkan
ilmu yang diinginkannya, selalu berusaha untuk taat dan menahan cobaan hingga
dia pantas mendapatkan kehormatan karenanya. Dialah Urwah bin Az-Zubair bin
Al-Awwam, seorang mujtahid yang selalu menjalankan puasa."
Sufyan bin
Uyainah berkata, "Ada tiga orang yang paling tahu tentang hadits riwayat
sayyidah Aisyah Radhiyallahu Anha, mereka adalah: Al-Qasim bin Muhammad, Urwah
bin Az-Zubair dan Umrah binti Abdurrahman."
Adz-Dzahabi
berkata, "Dia merupakan orang yang kuat hafalannya, konsisten, ahli fikih
dan ahli sirah. Dia juga termasuk orang pertama yang menulis buku tentang peperangan."
Perlu
diketahui ada perbedaan antara sirah dan tarikh. Ibnu Mandzur dalam kitab
Lisanul Arab menyatakan arti as-sirah menurut istilah umum adalah perincian
hidup seseorang atau sejarah hidup seseorang. Yang dalam bahasa Indonesia
disebut dengan istilah biografi. Sedangkan Tarikh adalah ilmu yang mencatat
peristiwa-peristiwa masa lalu agar tidak dilupakan. Yang dalam bahasa Indonesia
disebut dengan istilah sejarah.
3. Kegigihannya dalam Mencari Ilmu
Dengan
semangat dalam menuntut ilmu agama yang tidak mengenal lelah, ia menemui
sisa-sisa para sahabat Rasulullah saw yang masih hidup. Ia ketuk setiap pintu
rumahnya satu persatu. ia sabar menanti dan shalat bersamanya serta selalu
aktif dalam setiap halaqoh / majelis ilmu mereka. Sehingga, usahanya membuahkan
hasil yang dapat mewujudkan apa yang menjadi keinginannya. Ia menjadi salah
satu dari tujuh tokoh ahli fiqih di kota Madinah yang banyak orang datang
menimba ilmu dan meminta fatwa kepadanya.
Beliau
adalah salah satu dari Fuqaha Sab’ah (Tujuh ahli Fiqih) dari Madinah bersama
Sai’d Al-Musayyab, al-Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Salamah bin
Abdurrahman, ‘Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, dan Sulaiman Bin Yassar.
Diceritakan
Dari Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam, dia berkata,
"Sesungguhnya ilmu pengetahuan itu dimiliki oleh salah satu dari tiga
orang berikut:
1.
Orang yang mempunyai jabatan sehingga ilmu tersebut menghiasinya,
2.
dimiliki oleh orang yang beragama dimana ilmu tersebut dapat mengganggunya,
3.
ilmu menjadi budak penguasa sehingga
sang penguasa itu rela memusiumkan ilmunya maksudnya adalah tidak perduli
dengan ilmu yang dimilikinya.
Dan
tidak seorang pun yang lebih tahu tentang tiga cacat ini dari Urwah bin Az-Zubair
dan Umar bin Abdul Aziz."
4. Ibadahnya
Dari Ali bin
Al-Mubarak Al-Hana'i, dia berkata, "Hisyam bin Urwah telah memberitahukan
kepada kami, dia berkata bahwa sesungguhnya ayahnya sering melakukan puasa
sepanjang tahun kecuali pada saat hari raya Idul Fitri dan hari raya kurban
(Idul Adha). Hingga ketika dia meninggal pun tetap dalam keadaan berpuasa."
Dari Malik
bin Anas dari Hisyam bin Urwah, dia berkata, "Kami pernah berjalan-jalan
dengan Urwah bin Az-Zubair. Dia saat itu sedang berpuasa, akan tetapi kami
tetap makan. Walaupun begitu dia tidak menyuruh kami untuk melakukan hal yang
sama yaitu berpuasa (seperti dia) dan dia pun tidak membatalkan puasanya.
"
Dari Ibnu
Syaudzab, dia berkata, "Urwah bin Az-Zubair selalu membaca seperempat
Al-Qur’an dengan cara melihat mushaf setiap hari, dan bangun malam untuk melakukan
shalat sunnah dengan membaca seperempat Al-Qur’an juga. Dia tidak pernah
meninggalkan rutinitasnya itu sedikitpun bahkan saat kakinya harus diamputasi
karena dia menderita kanker yang menyebar dan menggerogoti tubuhnya. Di saat
musim dingin, dia selalu memperbarui dinding rumahnya agar tampak indah, kemudian mengundang orang-orang
untuk datang ke rumahnya, menyediakan mereka makan dan memberikan oleh-oleh
ketika pulang."
Dari
Abdullah bin Muhammad bin Ubaid, dia berkata, "Urwah bin AzZubair tidak
pernah meninggalkan dzikirnya kecuali pada malam saat kakinya harus diamputasi,
dia berkata dalam beberapa bait syair yang indah,
Syair’nya sebagai berikut:
'Demi Umurku yang berada di tangan-Nya
Aku yakin bahwa kakiku tak pernah mengajakku berbuat keji dan mungkar.
Tak pula pendengaran dan penglihatan, akal dan pikiranku
Ketahuilah bahwa mulai zaman dahulu tidak ada suatu musibah pun yang
menimpaku
Kecuali telah menimpa orang lain sebelumku. "
5. Membangun
rumah mewah dan mengasingkan diri
Dari Hisyam
bin Urwah, dia berkata, "Ketika Urwah membangun rumahnya dari batu-batu
akik, orang-orang berkata kepadanya, "Anda telah mengeringkan (tidak mau
peduli) dengan masjid Rasulullah." Mendengar itu dia menjawab,
"Sesungguhnya aku juga melihat masjid-masjid mereka kosong dan pasar-pasar
sepi. Hanya perbuatan mungkar dan kejilah yang merajalela."
Di dalam
rumahnya yang terbuat dari batu-batu akik, Urwah mengalunkan sebuah syair yang
indah,
Syair’nya sebagai berikut:
Kami membangunnya dengan sebaik-baik bangunan
Dengan memuji kepada Allah yang menganugerahkan kepadaku batu
akik
Kalian dapat melihat mereka yang memandangnya dengan rasa dengki
dan iri hati
Dengan jelas mereka memandang dengan kesinisan
Hancurlah orang-orang yang memusuhi
Bangunan ini akan membuat marah musuh-musuhku dan sekaligus menyenangkan
teman-temanku
Semua orang akan memandangnya
Berjalan dan berteduh di dalam rumah akik ini
Ada yang
mengatakan, "Ketika Urwah bin Az-Zubair selesai membangun rumah dan juga
memperbaiki saluran air ataupun sumur di sekitarnya, dia mengundang masyarakat
dan orang-orang yang lewat, mengajak mereka
makan bersama, sehingga mereka berkenan untuk mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dari Allah, dan
setelah itu mereka pun lantas
pergi."
Dari Abdullah
bin Hasan dia berkata: pada suatu malam, saya, ali bin Husain bin ali bin abi
thalib dan Urwah bin Az-Zubair, kami bertiga sedang memperbincangkan tentang
keburukan dan kezhaliman yang dilakukan Bani Umayyah. Akan tetapi, keadaan saat
itu tidak memungkinkan kami untuk melakukan perubahan atau mengingatkan mereka.
Kemudian, kami memperbincangkan tentang ketakutan kami terhadap adzab Allah
yang akan menimpa bani umayyah.
Dari Abdullah
bin Hasan, dia berkata, Ali bin husain bin Ali bin Abi Thalib sering
berbincang-bincang dengan Urwah bin Az-Zubair setiap malam menjelang subuh di
belakang Masjid Rasulullah saw. Aku juga ikut bersama mereka berdua. Maka,
Urwah bin Az-Zubair berkata, "Wahai Ali sesungguhnya orang yang
mengucilkan diri (tidak mau bergaul) dari orang-orang yang suka berbuat
kezhaliman, maka tentu Allah mengetahui bahwa penyebabnya adalah orang itu
tidak menyukai perbuatan orang-orang dzolim tersebut. Jika para orang dzolim
tadi melakukan suatu perbuatan tercela, kemudian Allah menimpakan adzab kepada
mereka, maka aku berharap orang yang mengucilkan diri tadi selamat dari musibah
yang ditimpakan kepada orang-orang yang dzolim tersebut. "Kemudian Urwah
bin Az-Zubair pulang ke rumah dan mengisolasi diri di rumah akiknya itu. ”
6. Kisah pernikahannya dengan Saudah binti Abdulah bin Umar
Dari Abu
Al-Aswad dari Urwah bin Az-Zubair, dia berkata, "Aku telah mengajukan
pinangan kepada Ibnu Umar untuk puterinya Saudah. Pada saat itu kami sedang
melakukan thawaf sehingga dia tidak melayani pinangan yang aku ajukan itu. Ketika
sudah berada di Madinah setelah melakukan thawaf tadi, aku lewat di depannya
dan Ibnu Umar bertanya, "Apakah kamu yang kemarin menginginkan
Saudah?" aku menjawab, "Ya." Ibnu Umar berkata, "Kamu
mengatakannya saat kita sedang melakukan thawaf, kita sedang menghadirkan Allah
dalam pikiran dan hati kita. Apakah kamu ada keperluan dengannya?" Aku
menjawab, "Hati-hati kalau bicara (tentang hal ini), jangan
keras-keras."
Ibnu Umar
berkata, "Wahai bocah, undanglah Abdullah bin Abdullah dan budaknya
Nafi'." Urwah melanjutkan ceritanya, "Lalu aku katakan kepadanya,
"Apakah aku undang juga sebagian keluarga Az-Zubair?" Ibnu Umar
menjawab, "Tidak perlu." Aku berkata lagi, "Budaknya
Khubaib?" Dia berkata, "Itu lebih tidak mungkin lagi!"
Kemudian, aku mengundang mereka, dan setelah
mereka datang Ä°bnu Umar berkata kepada mereka berdua: ini adalah Urwah bin Abi
Abdullah dan kalian berdua telah mengenalnya dengan baik. Dia telah mengajukan
pinangan kepada puteriku Saudah dan aku telah setuju untuk menikahkannya
sehingga dia boleh dan berhak sebagaimana layaknya seorang muslim dengan
muslimah untuk saling mempergauli dengan baik atau menceraikannya dengan baik
pula. Mereka telah boleh melakukan sesuatu yang sebelumnya dilarang. Apakah
kamu menerimanya wahai Urwah?" Aku menjawab, "Ya, aku menerimanya.”
Dia berkata, "Semoga Allah memberikan berkah pada pernikahan kalian
berdua. ”
Memang
dizaman dahulu pernikahan dilangsungkan sangat sederhana hanya pertemuan
beberapa orang dan sajian makanan seadanya, akan tetapi dari pernikahan yang
sederhana tersebut lahirlah bibit-bibit unggul yang namanya terus dikenang
sampai hari ini. berbeda dengan zaman sekarang yang sangat banyak
persyaratannya dan akhirnya tidak menghasilkan apa-apa.
7. Kesabarannya.
Dari Am bin
Saleh dari Hisyam bin Urwah bahwasanya urwah bin zubair pergi menghadap
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan. Ketika sampai di lembah Al-Qura, ayahnya
mendapati kakinya terkena sesuatu dan terluka. Dalam riwayat lain kakinya
terkena penyait kangker. Kemudian, ayahnya pun merasakan sakitnya semakin
parah. Ketika sampai di hadapan Khalifah Al-Walid, Khalifah berkata kepada
urwah, "Wahai Abu Abdillah, "Maukah Anda aku panggilkan tabib?" Urwah
berkata, "Jika kamu berkenan silahkan." Lalu, sang khalifah
memanggilkan tabib untuknya. Lalu, sang tabib pun datang dan berkata, "Aku
akan memberikan minuman kepada Anda dan minuman itu menghilangkan kesadaran
Anda untuk beberapa saat." Mendengar itu Urwah berkata, "Urus saja
dirimu, aku tidak yakin kalau ada seseorang yang mau meminum suatu obat yang
menghilangkan kesadarannya sehingga dia tidak ingat lagi kepada Tuhannya.
"Kemudian sang tabib itu akhirnya memotong lututnya yang sebelah kiri
dengan tanpa obat bius, dan kami semua berada di sekelilingnya menyaksikannya.
Hebatnya, dia tidak mengeluh sedikitpun. Ketika kakinya telah terpotong, dia
berkata, "Kalaulah memang Engkau Ya Allah telah mengambil kakiku Engkau
pun telah menyisakan hidup kepadaku. Kalaulah Engkau memberikan cobaan sakit kepadaku,
Engkau pun telah memberikan kesembuhannya." Melihat kejadian itu khalifah Al-Walid
berkata, "Aku sama sekali belum pernah melihat orangtua yang kesabarannya
seperti ini." Dan hebatnya lagi
pada malam itu juga urwah tidak meninggalkan rutinitasnya yaitu melakukan
shalat malam dengan membaca seperempat Al-Qur’an.
Pada saat yang
bersamaan dia juga diterpa musibah berupa kematian puteranya Muhammad, dimana
pada saat di kandang, putranya diserang keledainya. Akan tetapi, aku tidak
mendengar sepatah kata pun keluar darinya mengomentari berita duka ini. Ketika
telah sampai di lembah Al-Qura, dia baru berkata, “Ya Allah, aku telah
mempunyai tujuh keturunan Engkau telah mengambil satu dari mereka dan masih
tinggalkan yang enam. Aku juga mempunyai anggota tubuh yang empat Engkau telah
mengambil salah satunya dan masih tinggalkan yang tiga. Jikalau Engkau
memberikan cobaan sakit, Engkau pun telah menyembuhkannya.”
Dari
Abdullah bin Urwah, dia berkata bahwa ayahnya melihat-lihat kakinya dalam
sebuah baskom berisi air, kemudian dia berkata, "Allah mengetahui bahwa
aku tidak pernah melangkahkan kakiku ini kepada kemaksiatan, dan aku pun
mengetahui hal itu."
Ibnu Khalkan
berkata, "Orang yang paling bisa menghiburnya adalah Ibrahim bin Muhammad
bin Thalhah, dia berkata, "Demi Allah kamu tidak perlu berjalan kaki,
tidak pula merangkak untuk bergerak, karena salah satu anggota tubuh dan salah
seorang dari anakmu (yang telah meninggal dunia) akan mengajakmu masuk surga,
dan semuanya akan saling mengikuti jika Allah menghendaki,. Allah masih
menyisakan apa yang kami butuhkan darimu, yaitu wawasan, pengetahuan dan
pendapatmu. Semoga Allah berkenan memberikan pertolongan dan pahala-Nya
kepadamu, sebagai pelindung kehormatanmu."
Betapa
luar biasanya kesabaran urwah bin zubair. Beliau mendapat dua ujian besar
sekaligus yaitu kematian putranya dan kehilangan salah satukakinya. Yang luar
biasanya saat urwah akan diamputasi kakinya saat dokter menawarkan obat bius,
urwah menolaknya karena obat itu akan menghilangkan kesadarannya yang akibatnya
akan lupa dengan tuhannya. Beliau lebih suka mengalami rasa sakit dari pada
kehilangan ingatanya untuk sesaat.
8. Guru
dan Murid-muridnya
Diantara guru-gurunya adalah: ayahnya sendiri, saudaranya Abdullah bin Zubair,
Ibunya Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Said bin Zaid bin
Amr bin Nufail, Hukaim bin Hizam, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Ja'far,
Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Usamah bin
Zaid, Abu Ayyub, Abu Hurairah, Hajjaj Al-Aslami, Sufyan bin Abdullah
Ats-Tsaqafi, Amr bin Al-Ash, Muhammad bin Maslamah, Al-Miswar bin Mukhramah,
Al-Mughirah bin Asy-Syu'bah, Najiah Al-Aslami, Abu Humaid As-Saidi, Hisyam bin
Hukaim bin Hizam, Yatsar bin Mukrim, Basrah binti Shafwan, Zainab binti Abi
Salamah, Umar bin Abi Salamah dan ibunya Ummu Salamah isteri Rasulullah, Ummu
Hani binti Abu Thalib, Ummu Hubaibah binti Abu Sufyan, Jabir bin Abdullah
Al-Anshari, An-Nu'man bin Basyir, Ubaidillah bin Adi bin Al-Khiyar, Marwan bin
Al-Hakam, Basyir bin Abi Mas'ud Al-Anshari, Hamran Maula Utsman, Abdullah bin
Zam'ah bin Al-Aswad, Abdurrahman bin Abdul Qari, Nafi' bin Jubair bin Math'am,
Abu Murawih Al-Ghifari, Abu Salamah bin Abdirrahman (dia ini termasuk
kerabatnya) dan masih banyak lagi yang lain,"
Diantara Murid-Muridnya adalah: Abdullah, Utsman, Hisyam, Muhammad, Yahya, cucunya
sendiri yaitu Umar bin Abdullah bin Urwah, keponakannya sendiri yaitu Muhammad
bin Ja'far bin Az-Zubair, Abu Al-Aswad Muhammad bin Abdirrahman bin Naufal,
Hubaib dan Zumail budaknya, Sulaiman bin Yasar, Abu Salamah bin Abdirrahman,
Abu Burdah bin Abi Musa, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah (mereka termasuk
saudaranya), Tamim bin Salamah As-Sulami, Savad bin ibrahim bin Abdirrahman bin
IAuf, Said bin Khalid bin Amr ibnu Utsman bin Affan, Shaleh bin Kaisan,
Az-Zuhri, Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Abu Az-Zinad,
Ä°bnu Abi Mulaikah, Abdullah bin Dinar bin Mukram Al-Aslami, Abdullah Al-Bahi,
‘Urak bin Malik, Atha’ bin Abi Rabah, Umar bin Abdul Aziz, Amr bin Dinar,
Muhammad bin Ä°brahim At-Taimi, Yazid bin Abdullah bin Hushaifah, Abu Bakar bin Hafsh bin Umar bin Salad bin Abi
Waqqash, Ja'far bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Al-Hasan bin Ali bin Abi
Thalib, Shafwan bin Sulaim dan Yahya bin ibnu Katsir.
9. Beberapa
Mutiara Perkataannya
Dari Hisyam
bin Urwah, dia berkata, "Urwah bin Az-Zubair berkata kepada anaknya,
"Wahai puteraku, kalian tidak akan mendapatkan petunjuk dari Tuhan kalian
selama kalian merasa malu untuk meniti jalan kemuliaanNya. Sesungguhnya, Allah
Dzat yang memuliakan orang-orang yang pantas mendapat kemuliaan dan Dialah Dzat
yang berhak memilihnya."
Dia juga
berkata, "Wahai puteraku, belajarlah kalian, karena jika kalian dahulu
adalah orang-orang kecil dan terbuang, maka semoga kalian menjadi pembesar
mereka kelak di kemudian hari (karena ilmu pengetahuan). Sukakah kalian menjadi
orangtua yang bodoh ?!
Dia berkata,
"Jika kalian melihat celah yang buruk dari seseorang, maka berhati-hatilah!
Walaupun dia itu baik di mata banyak orang. Dan jika kalian melihat celah
kebaikan dari seseorang, maka janganlah kalian berputus asa! Walaupun dia itu
buruk di mata banyak orang.”
Dia berkata, "Manusia dengan zamannya itu
lebih serupa daripada kedua orangtua laki-laki dan perempuannya.”
Dari Hisyam
bin Urwah dari ayahnya, dia berkata, "Dalam sebuah nasehat tertulis, ayah
berkata, Ucapkanlah perkataan yang baik, perlihatkanlah wajah yang ramah dan
tersenyum, sehingga kamu akan menjadi orang yang paling dicintai Allah.
Dari
Muawiyah bin Ä°shaq dari Urwah, dia berkata, "Tidak akan pernah berbakti
kepada kedua orangtuanya, orang yang berlaku kasar kepada mereka." Hisyam
berkata, "Ayah berkata, "Banyak ucapan ringan yang mungkin diucapkan
seseorang dalam sekejab saja, akan tetapi ia akan membekas atau menjadikannya
orang mulia dalam tempo waktu yang lama.”
Dia juga
berkata, "Aku tidak pernah mengajarkan suatu ilmu kepada seseorang di luar
batas kemampuannya karena hal itu dapat menyesatkannya."
10. Meninggalnya
Urwah
bin Az-Zubair meninggal dunia pada tahun 94
Hijriyah pada usia yang ke 67 tahun. tahun
itu disebut sebagai Sanalı Al-Fuqalıa' (tahun para ahli fikih) karena mereka
banyak yang meninggal pada tahun tersebut seperti tokoh yang sedang kita bahas Urwah bin Az-Zubair, kemudian sa’id bin
al-musayyib, abu bakar bin abdul rahman, zaina abidin ali. Urwah bin Az-Zubair
meninggal dunia dengan meninggalkan banyak harta. Dia di kubur di distrik Majah
pada hari Jum’at tahun 94 H.
Post a Comment