Top News

Uniknya nama orang Jawa, sederhana & tanpa marga

  

Suku Jawa adalah suku terbesar di Indonesia, jumlahnya mencapai 41% dari total populasi. Suku ini terkenal masih menjunjung tinggi budayanya yang luhur, begitu juga bahasanya. bahasa jawa memiliki sastra yang tinggi, kosakata yang luas dan beragam. bahkan jauh lebih beragam dari kosa kata bahasa Indonesia. dan dalam beberapa hal, kosa kata bahasa jawa jauh lebih beragam dari beberapa bahasa internasional seperti bahasa inggris atau bahasa arab.

 

Contoh nasi bahasa inggrisnya adalah rice, Cuma itu saja. Sedangkan bahasa arabnya adalah الروز Cuma itu saja. Bandingkan dengan bahasa jawa, ada banyak penyebutan untuk nasi dalam bahasa jawa. Seperti: jika masih dipohon namanya pari, jika sudah dipetik namanya gabah, jika sudah diselep namanya beras, kemudian ampas hasil selepan kasarnya namanya merang, ampas hasil selepan halusnya namanya dedek, jika sudah dimasak namanya sega, jika dimasak dan gosong namanya intip, jika Cuma satu atau dua butir sega namanya upa, jika sega tersebut dijemur namanya karak, jika karak tersebut digoreng namanya rengginang.

 Ã˜  Simak penjelasan Materi tulisan ini versi youtube



Contoh lainnya, orang jawa mempunyai julukan untuk menyebut nama-nama leluhurnya sampai nenek moyang ke-18. contoh: orang tua kita disebut Bapak/biyung, orang tuanyanya Bapak/biyung disebut simbah, orang tuanya simbah disebut mbah buyut, orang tuanya mbah buyut disebut mbah canggah, orang tuanya mbah canggah disebut mbah wareng, orang tuanya mbah wareng disebut mbah udheg-udheg, orang tuanya mbah udheg-udheg disebut mbah gantung siwur, orang tuanya mbah gantung siwur disebut mbah gropak senthe, orang tuanya mbah gropak senthe disebut mbah debog bosok, orang tuanya mbah debog bosok disebut mbah galih asem, orang tuanya mbah galih asem disebut mbah gropak waton, orang tuanya mbah gropak waton disebut mbah cendeng, orang tuanya mbah cendeng disebut mbah giyeng, orang tuanya mbah giyeng disebut mbah cumpleng, orang tuanya mbah cumpleng disebut mbah ampleng, orang tuanya mbah ampleng disebut mbah menyaman, orang tuanya mbah menyaman disebut mbah menya-menya, orang tuanya mbah menya-menya disebut mbah trah tumerah.[2]

 

Sampai disini habis, kita tidak tau apa sebutan selanjutnya, tapi yang jelas sebutan-sebutan ini jauh lebih kaya dan beragam dibanding dengan budaya barat yang Cuma sampai grand father dan grand mother doang, atau budaya arab yang Cuma sampai (جَدٌّ) dan (جَدَّØ©ٌ) saja. tetapi Dari budaya yang tinggi ini, terkadang orang jawa punya kebingungan ketika akan berususan dengan orang luar negeri, semisal ketika akan mengisi paspor, atau mendaftar di situs online luar negeri. Disitu diharuskan mengisi firs name dan last name, firs name adalah nama depan dan last name adalah nama belakang. Nama depan adalah nama asli kita atau nama lahir kita, sedangkan nama belakang biasanya adalah nama keluarga kita atau nama marga kita. Orang jawa kebanyakan tidak punya nama keluarga.

 

Penggunaan nama depan dan nama belakang memang umum diluar negeri Contohnya james bond, james adalah nama depan atau nama asli, sedangkan bond adalah nama belakang atau nama keluarga. Contoh lain salah satu karakter cerita didalam komik marvel ada tokoh yang bernama Thor Odinson, Thor adalah nama depan atau nama aslinya dan Odinson adalah nama belakang atau nama keluarganya yang artinya putra dewa odin. Jadi Thor Odinson artinya Thor putra dewa odin.

 

Kemudian Beberapa suku diindonesia juga biasa menggunakan nama belakang atau nama keluarga seperti suku batak disumatra. Contohnya : luhut sitompul. Luhut adalah nama depan atau nama aslinya, sedangkan sitompul adalah nama belakang atau nama marganya, lalu luhut binsar panjaitan, luhut adalah nama depan atau nama aslinya, sedangkan panjaitan adalah nama belakang atau nama marganya, contoh lain pengacara kondang hotman paris hutapea, hotman adalah nama depan atau nama aslinya dan hutapea adalah nama belakang atau nama marganya.

 

Lain halnya dengan Orang jawa, Orang jawa tidak biasa menggunakan nama depan dan nama belakang atau nama keluarga. kenapa ? karena biasanya orang jawa menamai anak anak mereka, hanya dengan satu kata saja seperti: sumarni, kartini, supardi, sulastri, rukmini, tumini, sumirah, ngainah, painem, tumiyem, paijo, darmono, darsono, dan diawal abad ke-19 banyak nama jawa berawalan su seperti : sumanto, suparjo, suparno, surono, sugianto, sutikno, suroso, sukarjo, sutejo, sutomo, sukarno, soeharto, susilo, dll. Bahkan ada juga yang hanya menamai anak mereka dengan satu huruf saja seperti f n q y dan z. walaupun belakangan banyak nama jawa yang terdiri dari dua kata seperti joko widodo, Gatot Subroto atau tiga kata seperti susilo bambang yudhoyono, tetapi tetap saja tidak ada nama keluarganya, widodo dan subroto itu bukan nama keluarga, atau yudhoyono itu juga bukan nama keluarga. Kemudian Di abad milenial atau modern sekarang ini yang popular adalah nama nama campuran arab dan turki seperti Muhammad shezan, Muhammad pasya, ahmad pahlevi, assyifa mahveen, annisa shezan, salsabila mashel, Sabrina nazeefah, aqila rafaila, dsb. Trus pertanyaanya kenapa orang jawa tidak punya nama belakang atau nama keluarga atau nama marga ? Jawabannya ada beberapa alasan.

 

1. Agar Lebih praktis

Yang pertama adalah Agar Lebih praktis, Menurut Clifford Geertz seorang antropolog dari amerika serikat yang pernah tinggal dikediri jawa timur untuk meneliti kebudayaan jawa selama bertahun tahun, dia menulis buku yang berjudul the religion of java. Dalam bukunya tersebut dia membagi masyarakat jawa menjadi tiga golongan 1. Golongan priyayi atau bangsawan disebut juga golongan ningrat, 2. golongan santri atau masyarakat yang agamis, dan 3. Golongan abangan atau rakyat jelata yang tidak agamis.

 

Menurut geerts dari ketiga golongan tadi hanya dari golongan priyayi atau ningrat saja yang hanya menggunakan nama keluarga atau nama marga, sedangkan dari kalangan rakyat biasa atau abangan terkadang hanya memberi nama kepada anak-anak mereka berdasarkan hari kelahiran atau hari pasarannya, seperti anak yang lahir pada jum’at kliwon dinamakan kliwon, anak yang lahir pada sabtu legi dinamakan legi, anak yang lahir pada rabu pon dinamakan pon atau rebo dan seterusnya.[3] hal ini agar tidak ribet dan lebih praktis ketika akan mengadakan selamatan, atau perhitungan hari baik lainnya, karena orang jawa sangat sering mengadakan acara selamatan.[4]

 

sedangkan dari kalangan santri lebih suka menggunakan penamaan dengan nama-mana yang Islami, seperti Rahmat, Ahmad, Komarudin, hasanudin, Komariyah, Zubaidah, dan masih banyak lagi. Dan Ada juga yang menggunakan nama keluarga, biasanya dengan menambahkan kata bin dibelakang nama aslinya seperti sungeb bin Abdullah, artinya sungeb putranya Bpk. Abdullah, maemunah binti supangat artinya maemunah putrinya Bpk. supangat atau langsung dikasih nama bapaknya dibelakangnya seperti nama presiden ke-4 kita yaitu abdul rahman wahid, ditambahi nama wahid dibelakangnya yang merupakan nama bapaknya, artinya abdul rahman putra pak wahid, lalu wahid hasyim artinya wahid putra kh. Hasyim as’ari. ada juga tokoh politisi yang menggunakan system penamaan seperti ini yaitu menambahkan nama bapaknya dibelakang namanya seperti ibu megawati soekarno putri, nah nama soekarno adalah nama bapaknya yang ditambahkan dibelakang namanya, lalu adalagi agus harimurti yudhoyono, nah nama yudhoyono adalah nama bapaknya yang ditambahkan dibelakang namanya.

 

Sedangkan dari kalangan  priyayi atau ningrat biasa menggunakan nama-nama yang berbau cendekiawan atau terpelajar, seperti Hadiwijaya, hadiningrat, adiningrum, kusuma, hartono, ajeng, kirana, Suryonegoro, Hadinegoro, Kusumodiharjo, Joko, Bambang, Budi, Widya, Setiawan, Setiawati dan nama-nama yang serupa yang merupakan campuran dari Bahasa Sansekerta. Bagi kalangan priyayi atau ningrat atau keluarga kerajaan, pemberian nama keluarga atau marga seperti Suryonegoro, Hadinegoro, Kusumodiharjo, dan lainnya, diperlukan sebagai upaya memperkenalkan diri bahwa mereka adalah kaum kalangan nigrat atau priyayi atau bangsawan yang harus dihormati oleh masyarakat biasa. keluarga ningrat ini biasanya berperilaku selayaknya adat keraton karena mereka harus menjaga nama baik keluarga atau marga yang disandangnya. Contoh yang sampai sekarang masih menggunakan nama keluarga dari kalangan artis keturunan ningrat adalah dian sastrowardoyo, ada penambahan nama sastrowardoyo yang merupakan kakek dian yang seorang tokoh nasional dimasa kemerdekaan Indonesia.[5]

 

2. Tidak punya kepentingan

Alasan yang kedua kenapa orang jawa jarang memakai nama keluarga adalah karena masyarakat jawa khususnya dari kalangan abangan atau rakyat jelata Tidak punya kepentingan untuk memakai nama keluarga, kalau kita melihat kembali ke zaman kolonial, penggunaan marga bagi suku jawa hanya berlaku pada kalangan pemilik tanah, politisi kerajaan dan bangsawan yang memang diperlukan untuk meneruskan system tahta atau trah keluarga, kepengurusan warisan dan kepemilikan properti. Sedangkan masyarakat Jawa dari kalangan abangan atau rakyat jelata yang saat itu kebanyakan bekerja sebagai petani, tidak memiliki kepentingan untuk menggunakan nama keluarga atau marga. Hal ini disebabkan karena mereka hanya tinggal di sebuah kampung dengan kondisi tempat tinggal terbatas dan sudah lama hidup mengabdi kepada pemilik tanah, sehingga tidak memiliki aset-aset penting yang membutuhkan nama marga.

 

Sampai akhirnya kebiasaan dalam memberi nama kepada anak anak mereka tanpa nama keluarga atau marga dan hanya menggunakan satu kata saja dalam budaya Jawa terus diterapkan oleh masyarakat Jawa hingga zaman sekarang. Meskipun secara kondisi ekonomi dan status sosial masyarakat Jawa sudah berubah.

 

3. Agar tidak terlalu membebani

Alasan ketiga kenapa orang jawa jarang memakai nama keluarga adalah Tujuan penamaan dengan hanya satu kata ini dimaksudkan agar tidak terlalu membebani maksudnya adalah dahulu orang Jawa mengenal mitos ‘kabotan jeneng’ artinya keberatan nama, jadi jika nama yang diberikan oleh orang tuanya terlalu panjang dan maknanya tinggi. Dihawatirkan Seseorang tersebut akan tertekan karena tidak dapat berperilaku baik sesuai dengan makna mendalam yang ada pada nama yang diberikan oleh orang tuanya.

 

4. Biar gampang ketika akan merubah nama

Alasan keempat kedua kenapa orang jawa jarang memakai nama keluarga adalah agar gampang dirubah sewaktu dibutuhkan. Orang jawa kalau memberi nama kepada anak mereka sangat fleksibel artinya jika tidak cocok ya tinggal dirubah aja apa susahnya. nah hal ini akan sangat membantu dan mudah karena tidak ada nama keluarganya, berbeda jika ada nama keluarganya pasti akan susah atau sulit jika akan merubah nama. Orang jawa biasanya akan mengganti nama anak mereka jika dirasa kurang cocok atau dianggap membawa sial. Contoh Nama lahirnya presiden sukarno adalah kusno, akan tetapi karena ketika kecil sering sakit-sakitan kemudian namanya diganti menjadi soekarno agar terhindar dari bala atau kesialan. Kemudian nama lahirnya pangeran diponegoro adalah raden mustahar, ketika dewasa namanya diganti menjadi dipo negoro, juga mungin karena alasan yang serupa, lalu nama lahir dari sultan agung adalah raden mas jatmiko.

 

Orang jawa juga biasa merubah atau menambah nama mereka sesudah melaksanakan ibadah haji, contoh presiden soeharto sesudah melaksanakan ibadah haji menambahkan gelar haji dan menammbahkan kata Muhammad didepan namanya menjadi H. Muhammad Soeharto.

 

5. Tidak ada Peraturan dari Negara

Alasan selanjutnya kenapa mayoritas orang jawa tidak punya nama keluarga adalah karena Tidak ada Peraturan dari Negara yang mewajibkan menggunakan nama kelurga[6] Sebetulnya ada juga bangsa lain yang sebelumnya tidak mengenal nama keluarga namun melalui rakayasa sosial diwajibkan untuk menambahkan nama keluarga. Ini terjadi di Turki pada tahun 1934 saat UU mengharuskan penduduk Turki untuk mencantumkan nama keluarga yang sebelumnya tidak mereka punyai.

 

Di dalam negeri, orang sunda juga tidak punya nama keluarga, lalu orang Minahasa juga baru memakai nama keluarga atau yang lazim disebut fam ketika masa penjajahan Belanda pada abad ke 19. Awalnya suku Minahasa pada era sebelum itu banyak yang tidak mengenal nama keluarga. bahkan orang Belanda sendiri baru mencantumkan nama keluarga mereka setelah Napoleon dari prancis menjajah negeri Belanda pada tahun 1811.[7] Jadi sebelum belanda dijajah oleh napoleon, awalnya warga belanda juga tidak memiliki nama keluarga, akan tetapi setelah belanda diduduki oleh napoleon, Napoleon mewajibkan semua warga Belanda harus memiliki nama keluarga, dan waktu itu penduduk  Belanda sudah memprediksi bahwa kekuasaan Napoleon ditanah belanda tidak akan lama, maka kemudian warga belanda memilih nama keluarga yang mencerminkan ketidak senangan pada kebijakan napoleon tersebut.

 

Maka kemudian muncullah nama keluarga yang aneh aneh seperti Naakgeboren (lahir telanjang), Poeppes (tinja), Piest (buang air kecil), van den Berg (dari gunung), Paardebek (mulut kuda), Uitenbroek (tanpa celana), dan lain-lain. Saya tidak bisa mengucapkan bahasa belanda, karena bahasa belanda susah banget ejaanya, mirip banget dengan bahasa jerman. Dan Ternyata prediksi warga belanda tersebut benar yakni kekuasaan Napoleon tak berlangsung lama, karena waktu itu napoleon kalah perang melawan inggris dan rusia. namun kebiasaan menggunakan nama keluarga yang aneh-aneh oleh warga belanda tetap berlangsung sampai sekarang. Keturunan mereka menggunakan nama tersebut walau mungkin ada perasaan tak enak.[8]

 

Apa fungsi nama belakang atau nama keluarga ?

Kemudian timbul pertanyaan apa fungsi nama keluarga sebenarnya, Fungsi nama keluarga awalnya adalah untuk membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Ceritanya begini asal mula nama seseorang di seluruh dunia adalah nama pribadi atau nama asli atau nama lahir. Kemudian hari ada tambahan nama keluarga menyusul di belakangnya. Mengapa bisa demikian? Sebab Dengan semakin bertambahnya jumlah orang maka nama yang sama semakin banyak. Misal di suatu desa ada beberapa orang tua memberi nama putranya dengan nama John, lalu akan menimbulkan kebingungan saat ditanya John yang mana. Jawaban paling mudah adalah menyebut nama ayahnya: “oh si John putranya Andrew. ini agar gampang dibedakan dengan john john lainnya maka dipanggillah Andrew’s son artinya putra pak Andrew, lalu dipersingkat menjadi Anderson. Selanjutnya untuk memudahkan agar gampang diingat disebutlah John Anderson dan begitu pula John john yang lainnya juga mendapat tambahan nama ayah di belakangnya.

 

Sumber :

https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa  

https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/ragam/pr-1134114556/weton-dan-neptu-sebagai-warisan-budaya-jawa-ini-penjelasannya-menurut-primbon-jawa?page=2  

https://www.solopos.com/beda-dari-batak-suku-jawa-tak-punya-marga-kenapa-1210396  

https://id.quora.com/Mengapa-orang-Jawa-dan-Sunda-tidak-punya-nama-keluarga

https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/ragam/pr-1134114556/weton-dan-neptu-sebagai-warisan-budaya-jawa-ini-penjelasannya-menurut-primbon-jawa?page=2  

https://www.uinjkt.ac.id/mungkinkah-negara-mengatur-penentuan-nama/

Post a Comment

Previous Post Next Post