Pendahuluan
Sejarah
adalah cermin masa lalu yang tidak hanya merekam peristiwa, tetapi juga memuat
hikmah dan pelajaran. Dalam serial sejarah Nabi Muhammad ﷺ, banyak kisah-kisah penting yang mengawali
kemunculan peradaban Islam. Salah satunya adalah kisah Raja Tubba’, seorang
penguasa Yaman yang awalnya penyembah berhala, tetapi kemudian memeluk agama
Yahudi. Kisah ini mengisahkan perjalanan spiritual dan politiknya yang membawa
perubahan besar di kawasan Jazirah Arab, termasuk penghormatannya terhadap
Ka'bah dan penghancuran rumah pemujaan Ri’am yang menjadi simbol perubahan
kepercayaan masyarakat Yaman.
Mari kita menyelami detail peristiwa ini berdasarkan riwayat-riwayat terpercaya dari kitab-kitab sejarah Islam.
Masuknya
Raja Tubba’ ke dalam Agama Yahudi, Penghormatannya kepada Ka'bah
Setelah
urusannya di madinah selesai, tuba dan pasukanya akhirnya kembali lagi ke
kerajannya di Yaman. Dalam rute kembali, mereka melewati kota Mekkah. Ibnu
Ishaq menceritakan bahwa: Dahulu Raja Tubba’ dan kaumnya awalnya adalah
penyembah berhala. Ketika ia melakukan perjalanan menuju Mekah yang merupakan
jalur menuju Yaman dan telah sampai di antara daerah “Usfan dan Amj”, beberapa
orang dari Bani Hudzail[1]
mendatanginya. Mereka lalu berkata sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu
Hisyam:
· Bani Hudzail:
"Wahai Raja, apakah engkau ingin kami tunjukkan sebuah rumah harta yang
terlupakan oleh para raja sebelumnya? Di dalamnya terdapat mutiara, zamrud,
yaqut, emas, dan perak."
· Raja Tuba’: Raja
menjawab, "Tentu saja."
· Bani Hudzail: Mereka
berkata, "Itu adalah rumah di Mekah yang disembah oleh penduduknya. Mereka
melaksanakan shalat di sekitarnya."
Dari
dialog ini seolah olah mereka Bani Hudzail adalah orang orang baik, karena
memberitahu informasi penting kepada Raja.Tuba’, Namun, maksud orang-orang
Hudzail ini sebenrnya adalah mencelakakan Raja Tubba', sebab mereka tahu bahwa
setiap raja yang berniat jahat terhadap rumah (Ka’bah) itu akan binasa.
Ketika
Raja Tubba' berniat melakukan apa yang mereka orang orang Bani Hudzail katakan,
ia terlebih dahulu mengirim utusan kepada dua orang pendeta Yahudi yang dulu
memberinya nasehat di kota madinah dan bertanya kepada mereka berdua tentang
hal itu. Berikut ini dialognya.
· Dua pendeta
yahudi: Keduanya lalu menjawab, "Orang-orang itu tidak menginginkan selain
kebinasaanmu dan bala tentaramu. Tidak ada rumah di bumi ini yang dikhususkan
Allah untuk diri-Nya selain rumah itu. Jika engkau melakukan apa yang mereka
sarankan, maka engkau dan semua pasukanmu pasti akan binasa."
· Raja Tuba’: Raja
bertanya, "Lalu apa yang kalian sarankan jika aku tiba di sana?"
· Dua pendeta
yahudi: Keduanya menjawab, "Lakukanlah ibadah di sana sebagaimana yang
dilakukan oleh penduduknya yaitu bertawaf mengelilinginya, menghormatinya, dan
memuliakannya. Cukurlah rambutmu sebagai tanda kerendahan hati, hingga engkau
meninggalkan tempat itu."
· Raja Tuba’: Raja
bertanya, "Lalu apa yang menghalangi kalian untuk melakukan hal itu?"
Dua pendeta yahudi: Keduanya menjawab, "Demi Allah, itu memang rumah nenek
moyang kami, Ibrahim, dan itu sebagaimana yang kami sampaikan kepadamu. Namun,
penduduknya menghalangi kami dengan berhala-berhala yang mereka pasang di
sekitarnya dan darah yang mereka tumpahkan di sana. Mereka adalah orang-orang
najis dan musyrik."
Raja
Tubba' memahami nasihat dan kejujuran ucapan mereka berdua. Yang akhirnya
menjadikanya memeluk agama Yahudi. kemudian ia menangkap orang-orang Hudzail
itu, orang orang yang ingin mengkelabuinya. Raja Tuba’ lalu memotong tangan dan
kaki mereka, dan melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Sesampainya di Mekah, ia
bertawaf mengelilingi Ka'bah, menyembelih kurban di dekatnya, mencukur
rambutnya, dan tinggal di Mekah selama enam hari. menurut sebagian riwayat.
Selama itu, ia menyembelih kurban untuk masyarakat Mekah, memberi makan mereka,
dan menyediakan minuman madu untuk mereka.
Dalam
tidurnya, Raja Tubba' diberi petunjuk untuk mengenakan kain penutup (kiswah)
pada Ka'bah. Maka ia pertama kali mengenakannya dengan kain kasar, kemudian ia
diperintahkan untuk menggantinya dengan yang lebih baik. Lalu ia mengganti
penutupnya dengan kain yang lebih baik, hingga akhirnya menutupinya dengan kain
sutra halus yang bermotif. Tubba’ disebut sebagai raja pertama yang memberikan
kiswah kepada Ka'bah, menurut sebagian riwayat. Ia mewasiatkan kepada para
pemimpin suku Jurhum untuk menjaga dan mensucikan Ka'bah, melarang mereka
mendekatkannya pada darah, bangkai, atau kain kotor (yaitu pakaian perempuan
yang sedang haid), dan ia juga memasang pintu serta kunci untuknya.
Seruan
Raja Tubba’ kepada Kaumnya agar Memeluk Yahudi, dan Pengadilan Api
Setelah
urusannya di Mekkah selesai, Kemudian ia keluar dari tempat itu untuk menuju
Yaman bersama pasukannya, dan juga beserta dua orang ahli kitab (Rabi Yahudi)
juga turut bersamanya. Ketika ia tiba di Yaman, ia menyeru kaumnya untuk
mengikuti agama yang ia peluk yaitu agama Yahudi. Namun, mereka menolak hingga
memutuskan untuk memutuskan perkara tersebut melalui pengadilan api yang ada di
Yaman.
Dalam
masalah ini Ibnu Ishaq berkata: Telah menceritakan kepadaku Abu Malik bin
Ts‘alabah bin Abu Malik al-Qurazhi. Ia berkata, aku mendengar Ibrahim bin
Muhammad bin Thalhah bin Ubaidullah berkata: Ketika Raja Tubba’ mendekati
wilayah Yaman untuk memasukinya, kaum Himyar menghalangi dirinya dan berkata,
· Kaum Himyar: “Engkau
tidak boleh memasuki wilayah kami karena engkau telah meninggalkan agama kami.”
· Raja Tuba’: Ia (Raja
Tubba’) kemudian menyeru mereka kepada agamanya seraya berkata, “Agama ini
lebih baik daripada agama kalian.”
· Kaum Himyar: Mereka
lalu menjawab, “Kalau begitu, mari kita adili perkara ini melalui api.”
· Raja Tuba’: Ia
menjawab, “Baiklah.”
Diceritakan
bahwa di Yaman terdapat api yang menurut kepercayaan penduduknya dapat
memutuskan perkara. Api tersebut akan melahap orang yang zalim dan tidak
membahayakan orang yang tidak bersalah. Maka, kaumnya datang membawa
berhala-berhala dan benda-benda yang mereka jadikan persembahan dalam agama
mereka. Sementara itu, dua rabi yahudi tersebut datang membawa kitab-kitab
mereka yang digantungkan di leher mereka.
Ketika
mereka duduk di dekat tempat keluarnya api, api itu pun muncul mendekati
mereka. Ketika api itu mendekat, mereka (kaum Himyar) menjauh karena takut.
Orang-orang yang hadir saat itu memarahi mereka dan memerintahkan agar mereka
tetap bertahan. Akhirnya, mereka tetap di tempat hingga api melahap
berhala-berhala serta persembahan yang mereka bawa, bahkan melahap orang-orang
yang membawa benda-benda itu dari kaum Himyar. Namun, kedua rabi itu keluar
dengan kitab-kitab mereka yang tergantung di leher mereka, sementara keringat
membasahi dahi mereka, dan api itu tidak membahayakan mereka. Ketika itu, kaum Himyar pun serentak memeluk
agama yang di tawarkan oleh Raja Tubba’ yakni agama yahudi. Dari peristiwa
inilah asal mula agama Yahudi berkembang di Yaman.[2]
Robohnya
rumah pejuaan Ri’am
Ini
adalah cerita ketika agama yahudi sudah diterima oleh masyarakat suku himyar di
yaman. Di kisahkan di yaman ada sebuah rumah pemujaan yang bernama Ri’am yang
kemudian dirobohkan oleh dua orang Rabi yahudi yang dibawa oleh raja tuba’ tersebut
sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Ishaq, beliau berkata: Ri’am adalah sebuah
rumah ibadah yang diagungkan oleh mereka (kaum Yaman). disebutkan bahwa rumah
ibadah ini memiliki nilai sakral di mata masyarakat Yaman. Mereka meyakini
bahwa di dalamnya terdapat kekuatan gaib yang sering membantu mereka, dan
mereka berbicara atau memohon kepada sesuatu yang dianggap sebagai perantara
dengan "kekuatan ilahi."
Lalu
Kedua rabi Yahudi yang menemani Tubba’ menjelaskan bahwa Ri’am adalah tempat
yang digunakan setan untuk memperdaya manusia. Mereka meminta izin kepada
Tubba’ untuk menghancurkan rumah ibadah itu.
Berikut
ini adalah rangkaian peristiwa yang terjadi berdasarkan riwayat dari
kitab-kitab sejarah Islam:
1.
Identifikasi Keberadaan Setan:
Ø Rabi-rabi
Yahudi meyakinkan Tubba’ bahwa keberadaan kekuatan di rumah Ri’am bukan berasal
dari Tuhan, melainkan setan yang memanfaatkan kebodohan masyarakat untuk terus
melakukan kesyirikan.
Ø Mereka
menyatakan bahwa setan inilah yang menggerakkan ritual-ritual tersebut.
2.
Penyembelihan Anjing Hitam:
Ø Rabi Yahudi kemudian
memasuki rumah ibadah Ri’am untuk mengusir pengaruh setan yang diyakini ada di
tempat itu.
Ø Dalam sebuah
ritual yang dimaksudkan untuk menghancurkan kekuatan gaib yang ada di sana,
mereka mengeluarkan seekor anjing hitam dari dalam rumah tersebut. Anjing hitam
dalam kepercayaan masyarakat saat itu sering diasosiasikan dengan makhluk gaib
atau setan.
Ø Setelah anjing
tersebut disembelih, suasana di rumah ibadah itu berubah menjadi biasa saja,
dan kepercayaan bahwa tempat itu suci mulai pudar.
3.
Penghancuran Bangunan:
Ø Setelah anjing
hitam disembelih, kedua rabi menghancurkan rumah ibadah Ri’am. Mereka
meruntuhkan struktur bangunan tersebut hingga hanya menyisakan puing-puing.
Ø Darah dari
hewan kurban sebelumnya masih terlihat di lokasi tersebut, dan masyarakat
setempat meninggalkan tempat itu karena kehilangan keyakinan akan kesuciannya.
4.
Hilangnya Pengaruh Ri’am:
Ø Dengan
dihancurkannya Ri’am, kepercayaan masyarakat Yaman terhadap tempat itu mulai
memudar. Banyak dari mereka yang kemudian beralih kepada agama yang dibawa oleh
Tubba’ dan para rabi Yahudi, yakni agama Yahudi.
Ø Penghancuran
Ri’am oleh Raja Tubba’ dan dua rabi Yahudi mencerminkan pergeseran kepercayaan
masyarakat Yaman dari agama pagan kepada agama samawi. Peristiwa ini menjadi
salah satu tonggak penting dalam sejarah agama di Yaman, yang kelak memainkan
peran dalam proses Islamisasi wilayah tersebut di masa Nabi Muhammad ﷺ.
Kesimpulan
Kisah
Raja Tubba’ adalah contoh nyata bagaimana keimanan dan kebenaran mampu mengubah
tatanan masyarakat. Dari seorang raja penyembah berhala, Tubba’ menjadi
pengikut agama Yahudi, menghormati Ka'bah, dan membawa ajaran tauhid ke
kaumnya. Perubahan ini tidak terjadi tanpa rintangan. Namun, melalui
kebijaksanaan, nasihat dari para rabi Yahudi, dan bukti nyata seperti
pengadilan api, Tubba’ berhasil mengajak kaumnya meninggalkan kesyirikan.
Penghancuran
rumah pemujaan Ri’am menjadi simbol berakhirnya kepercayaan lama dan dimulainya
pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa. Peristiwa ini adalah salah satu momen
penting dalam sejarah Yaman yang kelak menjadi latar belakang dakwah Islam di
masa Nabi Muhammad ﷺ.
Penutup
Kisah
Raja Tubba’ mengingatkan kita bahwa perjalanan menuju kebenaran sering kali
penuh dengan tantangan. Namun, dengan keyakinan dan kebijaksanaan, perubahan
besar bisa tercipta. Ini adalah salah satu bukti bahwa sejarah bukan hanya
sekadar catatan masa lalu, tetapi juga cermin untuk memahami masa kini dan
membangun masa depan.
Terima
kasih telah menyimak tulisan ini. Jangan lupa untuk mendukung channel Pena
Sejarah dengan memberikan like, komentar, dan subscribe agar kita bisa terus
menyajikan kisah-kisah sejarah yang inspiratif dan penuh hikmah. Sampai jumpa
di video berikutnya!
[1]Bani Hudzail bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma'ad
[2] Ibnu Ishaq juga berkata: Telah menceritakan kepadaku seseorang bahwa
kedua rabi tersebut, bersama orang-orang yang mengikuti mereka dari kaum
Himyar, hanya mengikuti api untuk mengembalikannya. Mereka berkata, “Barang
siapa yang berhasil mengembalikan api, ia yang lebih berhak dengan
kebenaran.”
Beberapa orang dari kaum Himyar
mendekati api dengan membawa berhala-berhala mereka untuk mengembalikannya,
tetapi api itu mendekat untuk melahap mereka, sehingga mereka menjauh dan tidak
mampu mengembalikannya. Kemudian kedua rabi itu maju, membaca Taurat, dan api
itu mundur hingga kembali ke tempat asalnya. Maka, kaum Himyar pun serentak
memeluk agama kedua rabi tersebut.
Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui mana
yang sebenarnya terjadi.
Post a Comment